Setelah Ari pergi, Tari masuk ke rumahnya melewati pagar. Dan menemukan kakaknya, Bima, sedang berdiri menyandar pada pilar sambil menggenggam sebuah apel yang sudah setengah dimakan.
“Siapa yang nganter dek?” tanya Bima, membuat Tari menatap takut pada kakaknya. Bima memang sangat sayang pada adiknya dan karena ‘sangat sayang’ nya itu yang membuat Bima menjadi posesif jika adiknya mulai dekat dengan laki-laki jadi setiap laki-laki yang berusaha mendekati adik kesayangannya itu harus ia interview secara pribadi.dengan tubuh Bima yang tinggi, berbadan besar dan kekar hasil rajin keluar-masuk gym. membuat para laki-laki itu mengurungkan niatnya untuk melanjutkan usaha PDKTnya dengan Tari. Dan hasilnya sampai sekarang Tari belum juga mempunyai pacar.
“itu..dianterin sama kakak kelas” jawab Tari, walaupun tidak punya hubungan khusus dengan cowok yang mengantarnya pulang tadi, tetapi tetap membuat Tari terbata-bata saat menjawab pertanyaan Bima.
“oh kakak kelas, masuk gih makan dulu” tanpa bicara lagi Tari langsung masuk ke dalam kamar, menghempaskan tubuhnya yang lelah diatas kasur empuknya.
Keesokan harinya Tari datang lebih awal kesekolah, tentu saja sekolah masih sepi hanya ada satpam dan tukang bersih-bersih sekolah, dan jangan berharap banyak karena dikelasnya pun sepi, seperti berada dikuburan! Tari duduk ditempatnya seperti kemarin, masih terngiang ditelinganya kata-kata mas Bima tadi pagi “kalau pulang hubungi mas aja, biar mas jemput” kata Bima dengan nada final, sudah tidak bisa diganggu gugat lagi. Tari hanya bisa menghela nafas dan mengiyakannya. Terpaksa.
Beberapa menit kemudian kelas sudah ramai, sisi datang dan langsung duduk disebelah Tari dengan nafas terengah-engah menandakan dia habis berlari. “duh gue kira gue telat” Tari tersenyum melihat tingkah teman barunya ini, ”jam berapa lo dateng, Tar?” sambung Sisi.
“jam setengan tujuh lewat dikit” jawab Tari sembari mengingat-ingat. “widiih” Sisi berdecak kagum “calon murid teladan lo” puji Sisi sambil menepuk-nepuk pundak Tari.
Bersambung ke Part 7