Setelah guru keluar kelas, yang berarti pelajaran selesai, pelajaran yang sama sekali tidak disimak apalagi dimengerti Tari. Ia hanya terduduk, terpaku dengan buku matematika yang terbuka tanpa dibaca isinya.ia masih belum percaya orang yang begitu baik hati mengantarnya pulang ternyata seorang kriminal. Tapi ia harus menerima semua itu dan ia harus menjauhi Ari sejauh-jauhnya.
Tiba-tiba kelas yang tadinya riuh dipenuhi ingar bingar murid yang berceloteh kini menjadi sunyi seakan suara-suara tadi dilahap masuk ketempat yang jauh sampai tidak terdengar lagi. Tari pun menyadari hal itu, ia palingkan wajahnya ke sekeliling kelas semua temannya masih ada di tempat, tetapi kenapa mereka diam?saat Tari memalingkan wajahnya kepintu kelas kini dia mengerti kenapa teman-temannya terdiam, terduduk dengan wajah ketakutan, diambang pintu itu kini berdiri orang yang berhasil membuat hati dan pikiran Tari berkecamuk, ya Ari, cowok itu yang berdiri disana. Dengan senyum diwajahnya ia menatap Tari, senyum yang seharusnya sanggup membuatnya meleleh. Tapi kini senyum itu terlihat seperti seringaian mengerikan, pemilik seringaian itu menghampirinya dengan langkah santai. Dan begitu ia sampai didepan Tari yang hanya menunduk, Ari memutar salah satu kursi didepan meja Tari dan mendudukinya. Sekarang mereka duduk berhadapan.
“nggak apa-apa kak” paksa Tari namun suaranya masih bergetar ketakutan. Ari memajukan badannya sambil berbisik pelan ditelinga Tari “lo udah denger tentang gue?” nafas Tari tercekat, ia hanya bisa duduk dengan punggung tegak. Tangan yang sedari tadi ada dipangkuan menahan getaran, ia ketakutan. Ari menjauhi telinga itu dan menatap kedua manik mata milik Tari intens, lalu tersenyum melihat mata ketakutan itu tapi ada sedikit rasa sakit dihati Ari, semenakutkan itukah dirinya?lalu pergi meninggalkan cewek ketakutan itu.
“iya gue nggak apa-apa si” meskipun Tari berkata demikian tapi sebenarnya adalah kebalikkannya. Suaranya masih bergetar, tangannya juga sama.perlahan ia sandarkan tubuhnya, lemas.
Setelah Ari pergi, Sisi menghambur mendekati Tari “lo nggak apa-apakan?” tanya Sisi memegang kedua pundak Tari, dan saat Tari menyadari apa yang terjadi ternyata dia tidak bernafas saat Ari begitu dekat dengannya lalu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya dengan rakus. Ia sama sekali tidak mendengar pertanyaan Sisi. ”Tari!” panggil Sisi panik melihat wajah pucat itu sambil mengguncang-guncangkan tubuh Tari.
Bersambung ke Part 11
Author by : Irma Fitrianingsih
Author by : Irma Fitrianingsih